Antropologi Kelas 11
Penjelasan Pengertian dan Konsep Bahasa
Kukemo.com Antropologi Kelas 11 – Penjelasan Pengertian dan Konsep Bahasa
#Antropologi_Kelas_11 Penjelasan Pengertian dan Konsep Bahasa – Dikutip dari Kridalaksana (1923), bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri.
Menurut Anderson dan Douglas Brown bahwa bahasa memiliki ciri atau sifat bahasa. Ciri-ciri bahasa itu antara lain bahasa itu merupakan sebuah sistem, berwujud lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, bermakna, bersifat konvensional, unik, universal, dan produktif, bervariasi, dinamis,digunakan sebagai alat komunikasi, dan merupakan identitas penuturnya.
Para Ahli telah mencoba untuk mendefinisikan bahasa dari beberapa segi. Definisi bahasa sebagai berikut.
b. Satu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalam pikiran orang lain.
c. Satu kesatuan sistem makna.
d. Satu kode yang yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antara bentuk dan makna.
e. Satu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh: Perkataan, kalimat, dan lain-lain).
f. Satu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistik.
g. Satu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan.
h. Satu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalam pikiran orang lain.
i. Satu kesatuan sistem makna.
j. Satu kode yang yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antara bentuk dan makna.
k. Satu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh: perkataan, kalimat, dan lain-lain).
l. Satu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistik.
Bahasa merupakan alat canggih yang mampu dipergunakan pada berbagai kesempatan dan kebutuhan. Melalui bahasa pula manusia mampu menyampaikan segala hal yang dimaksudkan kepada pihak lain. Namun demikian, konteks bahasa pula bermain di dalamnya. Demikian pula halnya dengan bahasa yang tidak hanya memiliki satu makna. Kata ”bahasa” dapat diinterpretasikan berbeda-beda, tergantung pada konteks yang melingkupinya.
Abdullah Chaer mengatakan bahwa bahasa dalam bahasa Indonesia mengandung makna lebih dari satu makna. Simaklah contoh-contoh berikut ini.
a. Fina belajar bahasa Korea.
Bahasa pada kalimat a merujuk pada bahasa tertentu. De Saussure mengatakan sebagai langue.
b. Manusia memiliki bahasa, sedangkan hewan tidak.
Bahasa pada kalimat b merujuk pada bahasa pada umumnya; yakni language.
c. Jangan bergaul dengan anak yang tidak tahu bahasa itu.
Bahasa pada kalimat c merujuk pada sopan santun.
d. Pada pejabat tidak memiliki bahasa yang sama.
Bahasa pada kalimat d merujuk pada kebijakan dalam mengambil keputusan.
e. Katakanlah dengan bahasa bunga.
Bahasa pada kalimat e merujuk pada pemberian bunga sebagai lambang suatu maksud.
f. Kerusuhan itu tidak dapat dituntaskan dengan bahasa militer.
Bahasa pada kalimat f merujuk pada dengan cara.
g. Saat dia berpidato, bahasanya penuh dengan kata ”daripada” dan akhiran ”ken”.
Bahasa pada kalimat g merujuk pada arti harfiahnya. Simaklah kalimat a hingga e, kata bahasa merupakan bentuk kias karena memiliki makna yang bersayap. Artinya tidak memiliki makna secara harafiah.
Bahasa yang ada di dunia sangat beragam. Masing-masing bahasa dikelompokkan ke dalam satu rumpun bahasa, yang asal-usulnya sama. Bahasa apakah yang merupakan bahasa pertama atau perintis, sulit sekali ditemukan. Selain karena telah punah, juga tidak terdokumentasikan dengan baik. Salah satu cara yang biasa dipakai merupakan dengan mengenali ciri-cirinya lalu membuat perbandingan. Metode perbandingan ini pertama kali dikemukakan oleh August Schleicher, seorang ahli bahasa abad XIX.
Dengan metode ini, ia dapat menunjukkan status rumpun bahasa dari bahasa-bahasa yang ada di dunia. Rumpun bahasa terbesar merupakan Niger Kordofania (terdiri atas 1489), disusul rumpun bahasa Austronesia (terdiri atas 1262 bahasa), Trans Nugini (terdiri atas 552 bahasa), dan Indo Eropa (terdiri atas 443 bahasa).
Secara umum bahasa di dunia dibagi menjadi 11 subrumpun; antara lain sebagai berikut :
1) Rumpun Indo Eropa Rumpun bahasa ini meliputi bahasa-bahasa Jerman, Indo-Iran, Armenia, Baltik, SlavikRoaman, Keltik, Gaulis.
2) Rumpun Hamito-Semit (Afro-Asiatik) Rumpun bahasa ini meliputi bahasa-bahasa Koptis, Berber, Kushid, Chad, Arab, Etiopik, Ibrani.
3) Rumpun Chari-Nul Rumpun ini meliputi bahasa Swahili, Bantrik, Khoisan.
4) Rumpun Dravida Rumpun ini meliputi bahasa Telugu, Tamil, Kanari, Malayalam.
5) Rumpun Austronesia (Melayu Polinesia) Rumpun ini meliputi bahasa Indonesia (Melayu, Austronesia Barat), Melanesia, Mikronesia, Polinesia.
6) Rumpun Kaukasus
7) Rumpun finno-Ugris Rumpun ini meliputi bahasa Hungar, Lapis, Samoyid.
8) Rumpun Paleo Asiatis (Hiperbolis) Rumpun ini meliputi bahasa-bahasa di Siberia Timur.
9) Rumpun Ural-Altai Rumpun ini meliputi bahasa-bahasa Mongol, Maluku, Tungu, Turki, Korea, Jepang.
10) Rumpun Sino-Tibet Rumpun ini meliputi bahasa-bahasa Yenisei, Ostyak, Tibeto, Burma, Cina.
11) Rumpun bahasa Indian Rumpun bahasa ini meliputi bahasa Eskimo, Aleut, Na-Dene, Algonkin, Wakshan, Hokan, Sioux, Penuto, Aztek-Tanoan.
Bahasa di dunia bersifat divergensif ‘memecah dan menyebar menjadi banyak. Namun demikian, bahasa pun dapat punah karena ditinggalkan penuturnya yang beralih ke bahasa lain yang dianggap lebih menguntungkan.
Di Indonesia terdapat lebih dari 200 bahasa dan logat yang digunakan. Namun, tetap bahasa Indonesia yang digunakan sebagai bahasa resmi. Logat yang paling banyak merupakan logat Jawa karena 45% penduduk Indonesia merupakan orang Jawa. Bahasa Indonesia menggunakan huruf Latin di dalam transkripsinya. Banyak bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia; beberapa di antaranya merupakan bahasa Arab, bahasa Sanskerta, bahasa Belanda, bahasa Inggris, bahasa Portugis, dan lain-lain. Bahasa Indonesia termasuk di dalam rumpun bahasa Austronesia.
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu dan satu rumpun dengan bahasa Austronesia. Bahasa Melayu merupakan bahasa keempat terbesar yang dituturkan di dunia, dengan pengguna kurang lebih berjumlah 250 juta jiwa. Bahasa ini telah menjadi lingua franca bangsa-bangsa di kawasan Asia Tenggara sejak zaman perdagangan kuno
Bukti bertulis yang tertua tentang bahasa Melayu Kuno ini terdapat di beberapa buah prasasti sebagai berikut.
1) Prasasti Kedukan Bukit menggunakan aksara Palawa ditemukan di Palembang, berangka tahun 605 Tahun Saka (683 M).
2) Prasasti Talang Tuwo berangka tahun 606 Tahun Saka (684 M). Prasasti ini ditemukan oleh Residen Westenenk tanggal 17 November 1920 di barat daya Bukit Siguntang,Palembang.
3) Prasasti Kota Kapur berangka tahun 608 Tahun Saka (686 M).
4) Prasasti Karang Berahi berangka tahun 614 Tahun Saka (692 M)
Dari sejumlah prasasti itu, kita bisa mengetahui bagaimana perkembangan bahasa Melayu dari waktu ke waktu. Peran dan fungsi bahasa Melayu saat itu antara lain sebagai berikut. Pertama, sebagai bahasa perdagangan.Peran ini didukung oleh keberadaan Kerajaan Sriwijaya yang menjadi negara kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara. Saat itu, di sepanjang pesisir pantai Sumatra, Jawa, dan Malaka terbentuk bandar-bandar transit yang biasa dipakai oleh para pedagang untuk istirahat dan mengambil bekal perdagangan.
Dalam perkembangan selanjutnya, muncul pemukiman dan komunitas yang dihuni oleh pedagang dari beragam latar belakang budaya. Interaksi antarpedagang ini mengakibatkan bahasa Melayu terbawa ke kawasan yang lebih luas. Secara internal, bahasa Melayu semakin diperkaya ragamnya sementara itu secara eksternal jangkauannya semakin luas. Kedua, bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa agama. Selain sebagai pemegang hegemoni dagang di kawasan Asia Tenggara, Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat pengembangan agama Buddha.
Hubungannya dengan India, menyebabkan Sriwijaya mampu menjadi tempat pembelajaran agama Buddha yang tersohor di Asia Tenggara. Para musafir banyak yang singgah untuk memperdalam ajaran Buddha. Para musafir seperti Fa Hien dan I Ching menyebut bahasa Melayu dengan Kw’unlun.
Bukti adanya hubungan bahasa Melayu zaman Sriwijaya dengan bahasa Melayu berikutnya bisa dilihat pada prasasti Talang Tuo (Zulkifli Muhammad 1971: 16 dalam Shahrin Abdullah, 1971), sebagaimana dikutip Wahjudi Djaja): ”di asannakala marga lai temu muah ya ahara dengan air diminumnya sawayaknya wuatnya huma parlak mancak muwah ya manghidupi pasu prakara marhulun tuwi werddhi muwah ya janganya ya nikenai sewanyaknya yang upasarga pidana swapnawigna”. Artinya: ”Apabila mereka (orang-orang itu) lapar, di tempat perhentian atau di tengah-tengah perjalanan haruslah mereka mendapatkan makanan dan air minum.
Moga-moga segala perhumaan dan kebun-kebun yang mereka perbuat memberi hasil yang banyak. Moga-moga selamat segala macam ternak dan sekalian hamba sahaya mereka itu. Mudah-mudahan jangan mereka ditimpa oleh sesuatu malapetaka, atau disiksa oleh penyakittak dapat tior”. Dari kutipan tersebut, kita bisa melihat bagaimana dukungan politik Kerajaan Sriwijaya sangat penting untuk perkembangan bahasa Melayu.
Pada masa kerajaan Islam, bahasa Melayu semakin berkembang dengan pesat. Pedagang-pedagang Nusantara merupakan aktor utama perdagangan di sepanjang jalur Malaka-Maluku. Dari kontak dagang inilah kemudian berkembang menjadi kontak budaya. Inilah yang melatarbelakangi munculnya tulisan Arab Malayu, yaitu huruf Arab yang digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu. Puncak perkembangan bahasa Melayu pada periode Islam ini terjadi pada masa Kerajaan Islam Aceh Darussalam. Pada masa ini muncullah tokoh-tokoh besar seperti Syeh Hamzah Fanzuri, Syeh Syamsuddin Sumatrani, Syeh Nuruddin Ar-Raniri, dan Syeh Abdur Rauf Tengku Syiah Kuala. Mereka mengembangkan pemikiran Islam dan karya sastra (tasawuf) dalam bahasa Arab Melayu.
Bahasa Melayu pun menjadi bahasa utama di lingkungan bahasa kerajaan dan dunia kesusastraan. Karya sastra dengan mutu tinggi bermunculan di Bumi Serambi Mekah. Misalnya, Hikayat Aceh, Bustanus Salatin, dan lain-lain. Kesusastraan juga berkembang dengan pesat pada masa Kerajaan Demak dan Mataram Islam. Kesusastraan waktu itu antara lain berupa Babad Demak, Babad Tanah Jawi, Nitisastra, dan lain-lain yang ditulis dengan aksara Arab. Bahasa dan sastra Melayu bisa berkembang karena adanya dukungan para wali dan raja. Wali Sanga merupakan tokoh-tokoh sastra yang hebat, sedangkan Sultan Agung merupakan raja yang memiliki rasa estetis sangat tinggi.
Masuknya bangsa Barat ke Indonesia juga memengaruhi perkembangan bahasa Melayu. Seorang petualang dari Portugis, Pigafetta, menulis Vocabuli de questi populi mari berisi 426 kata-kata Melayu. Tome Pires menulis buku Suma Oriental di mana telah menyebut pulau-pulau Sumatra, Nusa Tenggara, dan Maluku. Perkembangan bahasa Melayu juga didorong oleh aksi kristenisasi. Franciscus Xaverius menerjemahkan kitab-kitab Injil ke dalam bahasa Melayu dan bahasa setempat.
Perkembangan bahasa Melayu sangat pesat pada masa penjajahan Belanda. Selain memperkenalkan surat kabar atau koran, pemerintah kolonial juga membuka beragam model pendidikan dan prasarana masyarakat perkotaan lainnya. Bahasa Melayu pelan-pelan berubah menjadi bahasa pengantar pendidikan dan komunikasi persuratkabaran. Pada masa inilah muncul istilah Maleish untuk menyebut bahasa Melayu. Politik etis yang di antaranya berisi edukasi, sangat memengaruhi penyebarluasan bahasa Melayu. Pada sekolah-sekolah tinggi seperti OSVIA, NIAS, dan STOVIA bahasa itu menjadi perekat persatuan para mahasiswa. Mereka yang berlatar belakang berbeda menggunakan bahasa Melayu untuk menjalin komunikasi dan pergaulan.
Pada tanggal 14 September 1908, pemerintah kolonial Hindia Belanda membentuk Commissie voor de Inlandsche School en Volklectuur yang diketuai oleh GAJ. Hazeu. Latar belakang pembentukan lembaga ini merupakan untuk mengendalikan kecenderungan kaum bangsawan yang mulai berpolitik dan menggunakan bahasa Melayu untuk menyampaikan ide dan gagasannya tentang paham kebangsaan. Artinya, pemerintah kolonial berusaha menjauhkan rakyat dari bahasa Melayu. Namun, usaha pemerintah ini tidak menemui banyak hasil, karena para sastrawan dan tokoh pergerakan mampu menggunakan surat kabar dan majalah pergerakan untuk menuangkan gagasannya.
Meski lembaga Volkslectuur menerapkan sensor untuk tulisan dan karya sastra yang diterbitkan, namun banyak pula karya sastra yang lahir pada masa itu. Misalnya Nyai Permana karya RM. Tirto Adisuryo, Si Bejo Jurnalis Berontak karya Semaun, Hikayat Kadirun karya Mas Marco Kartodikromo, dan lain-lain. Dalam perkembangannya, justru dari lembaga bentukan pemerintah inilah lahir karya sastra pada periode pergerakan. Misalnya novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli, Salah Asuhan karya Abdul Muis, dan lain-lain.
Akhirnya, bahasa Melayu dijadikan identitas nasional saat para pemuda menggelar kongresnya tahun 1928 di Jakarta. Bahasa Melayu dijadikan bahasa persatuan dengan nama Bahasa Indonesia. Bahasa inilah yang digunakan dalam dunia pergerakan untuk menumbuhkembangkan nasionalisme Indonesia. Banyak tulisan para tokoh pergerakan yang dimuat dalam beragam surat kabar atau majalah. Bahkan para tokoh tersebut menyampaikan pidato untuk menggugah kesadaran nasional dengan menggunakan bahasa Melayu atau Indonesia. Saat para pemimpin bangsa menyusun konstitusi negara, bahasa Melayu tersebut dimasukkan ke dalam salah satu pasalnya.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa Indonesia mempunyai fungsi sebagai berikut.
1) Bahasa resmi kenegaraan
2) Bahasa persatuan
3) Identitas bangsa Indonesia
Ketiga fungsi tersebut merupakan satu kesatuan yang akan menopang kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Dengan menggunakan bahasa Indonesia, kita bisa menjalin komunikasi dan interaksi dengan sesama suku bangsa secara lebih mudah. Beragam kepentingan kita pun bisa lebih mudah terpenuhi apabila bahasa yang kita gunakan bisa dimengerti oleh orang lain.
Fungsi bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa atau negara akan menjadikan bahasa Indonesia sebagai ciri atau tanda yang membedakan dengan bangsa lain. Inilah yang bisa membanggakan bangsa kita. Ketiga fungsi bahasa tersebut akan mampu memperkukuh integritas dan persatuan sesama anak bangsa.
Karena, ketiadaan kebanggaan pada bahasa sendiri akan menjadi awal munculnya disintegrasi negara Indonesia. Kita tidak bisa saling berkomunikasi dengan suku bangsa yang lain karena masing-masing merasa bangga dengan bahasa daerahnya. Akan lebih parah lagi apabila generasi penerus lebih bangga dengan bahasa manca negara sehingga bahasa Indonesia akan ditinggalkan.
Menurut Amran Halim (sebagaimana dikutip Wahjudi Djaja, 1996), dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu bangsa, dan sarana komunikasi antarsuku dan budaya bangsa. Melihat betapa strategisnya kedudukan bahasa Indonesia, selayaknya seluruh warga negara menjunjung tinggi bahasa tersebut dengan cara menggunakan bahasa itu secara baik dan benar sesuai dengan kondisi dan lingkungannya.
Perkembangan bahasa Indonesia berjalan seiring dengan perkembangan masyarakat pemakainya. Perkembangan dan perubahan bahasa Indonesia itu antara lain dipengaruhi oleh luasnya wilayah pemakaian bahasa Indonesia dan keanekaragaman penuturnya. Apalagi perubahan yang terjadi di masyarakat pun berjalan sangat cepat. Keragaman latar belakang penuturnya baik dari segi geografis maupun dari sosial menyebabkan munculnya keragaman bahasa.
Salah satu ragam bahasa Indonesia yang penting untuk diamati merupakan ragam pendidikan formal yang biasa dipakai di sekolah, yang biasa disebut ragam bahasa tinggi. Ragam bahasa itu biasanya dianggap sebagai tolok untuk pemakaian bahasa yang benar. Oleh karena itulah maka ragam bahasa sekolah itu disebut juga ragam bahasa baku.
Ciri-ciri lafal baku bahasa Indonesia antara lain sebagai berikut: berkaitan dengan bahasa sekolah yang sering disebut ragam tinggi, biasa lazim digunakan oleh kelompok terpelajar, lafal atau sistem bunyinya lebih kompleks, cenderung mempunyai khasanah bunyi yang lebih banyak, cenderung mempunyai kaidah fonotaktis yang lebih rumitn dan cenderung berbeda dalam kaidah pemberian tekanan pada kata.
Aspek-aspek bunyi dan tekanan yang memperbedakan ragam bahasa baku dengan ragam bahasa tak-baku yang biasa dipakai kaum tak-terpelajar, bersumber pada logat atau aksen. Ragam bahasa baku merupakan ragam bahasa yang paling sedikit memperlihatkan ciri kedaerahan.
Ragam bahasa baku cocok untuk keperluan komunikasi verbal yang penting, yang menjadi tolok untuk pemakaian bahasa yang benar, bergengsi, dan berwibawa. Ragam bahasa baku antara lain berfungsi sebagai pemersatu, penanda kepribadian, penanda wibawa, dan sebagai kerangka acuan.
Ikrar Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 merupakan peristiwa bersejarah yang sangat penting dalam proses perkembangan bangsa Indonesia yang bersatu. Ratusan suku bangsa dengan latar belakang kebahasaan dan menyebar di kepulauan Nusantara bisa hidup penuh kebersamaan karena berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Kepribadian suatu bangsa akan terlihat saat terlibat dalam pergaulan antarbangsa. Dengan mendengar logat dan lafal atau dialeknya, kita bisa mengetahui dari mana ia berasal. Kewibawaan orang juga akan terlihat saat ia menggunakan lafal bakunya. Orang yang berbahasa dengan ragam baku, cenderung akan memperoleh status sosial yang tinggi.
Ragam baku dan lafal baku dalam penggunaan bahasa Indonesia sesungguhnya merupakan tuntutan Sumpah Pemuda tahun 1928 dan UUD 1945. Pengakuan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan dengan nama bahasa Indonesia menuntut setiap orang Indonesia untuk bisa berkomunikasi satu sama lain baik secara lisan maupun secara tertulis dalam bahasa persatuan.
Penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara berarti bahwa segala bentuk komunikasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara dilakukan dalam bahasa Indonesia. Semua kegiatan komunikasi verbal dalam bahasa Indonesia itu, secara lisan atau secara tertulis, hanya akan mencapai hasil yang baik jika menggunakan ragam baku bahasa Indonesia. Oleh karena itu, seluruh elemen bangsa (sejak presiden sampai rakyat biasa) harus membiasakan diri menggunakan ragam bahasa yang baku.
Di dunia terdapat sekitar 7.000 bahasa. Di Indonesia terdapat 700 bahasa, dan 60-70 buah terdapat di NTT. Jadi, dari seluruh bahasa yang ada di seluruh permukaan bumi, 10% terdapat di Indonesia, dan 1% terdapat di NTT. Tidak banyak negara yang memiliki banyak bahasa. Oleh karena itu bangsa Indonesia patut bangga akan kekayaan bahasa yang dimiliki.
Bahasa daerah di Indonesia yang berjumlah sekitar 700 bahasa tersebut banyak yang terancam punah, terutama yang terdapat di daerah NTT. Kepunahan terjadi disebabkan tidak digunakannya kembali bahasa tersebut. Banyak bahasa daerah yang ditinggalkan karena cenderung digunakannya bahasa Indonesia di dalam kehidupan sehari-hari.
Dikutip dari pernyataan Louise Baird ada anggapan negatif terhadap bahasa daerah yang menyebabkan bahasa daerah semakin ditinggalkan. Anggapan negatif tersebut sebagai berikut.
1) Bahasa daerah dianggap ketinggalan zaman.
2) Bahasa daerah dianggap sebagai bahasa milik orang golongan bawah.
3) Bahasa daerah dianggap tidak intelek.
4) Bahasa daerah dianggap tidak memiliki kegunaan di daerah perkotaan.
5) Bahasa daerah dianggap tidak mendukung kemajuan.
6) Bahasa daerah dianggap tidak mendukung kesuksesan belajar.
Oleh sebab itu, perlu ditingkatkan adanya anggapan positif terhadap bahasa daerah. Anggapan negatif tersebut sebagai berikut.
1) Bahasa daerah merupakan salah satu kebanggaan bangsa karena telah ada sejak zaman dahulu.
2) Bahasa daerah merupakan kekayaan kebudayaan bangsa.
3) Bahasa daerah merupakan salah satu ciri khas bangsa sehingga menjadi identitas bangsa.
4) Bahasa daerah merupakan penunjang kemajuan.
5) Bahasa daerah penunjang kemajuan pendidikan.
Bahasa daerah yang ada di Indonesia luar biasa banyaknya. Masing-masing daerah memiliki bahasa daerah sendiri-sendiri.
Berikut ini merupakan bahasa daerah yang ada di Indonesia berdasarkan daerahnya.
Selain kaya dengan keragaman budaya dan tradisi, bangsa Indonesia juga kaya dengan bahasa daerah. Bahasa-bahasa itu digunakan oleh warga suku bangsa dalam kehidupan sehari-hari. Berikut merupakan klasifikasi bahasa daerah berdasarkan wilayahnya.
Itu merupakan nama-nama bahasa daerah yang ada di berbagai pulau di Indonesia. Masing-masing pulau memiliki bahasa daerah yang berbeda satu dengan yang lain. Masih banyak lagi bahasa daerah yang lain yang belum tercatat. Misalnya yang biasa dipakai oleh suku bangsa terasing yang hidup di pedalaman hutan.
Demikianlah Materi Penjelasan Pengertian dan Konsep Bahasa, semoga bermanfaat.
Demikianlah Materi Penjelasan Pengertian dan Konsep Bahasa, semoga bermanfaat.
Sumber:unpedia.blogspot.com
Kukemo Education/caption]
Email Subscribe For Daily Informaion From Us.
Posting Komentar