Sejarah Kelas 11
Sejarah Kerajaan Medang Mataram (Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya)
Kukemo.com Sejarah Kelas 11 – Sejarah Kerajaan Medang Mataram (Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya)
Sejarah Kerajaan Medang Mataram (Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya) – Runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, disebabkan oleh letusan gunung Merapi yang mengeluarkan lahar. Kemudian lahar tersebut menimbun candi-candi yang didirikan oleh kerajaan, sehingga candi-candi tersebut menjadi rusak. Kedua, runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh krisis politik yang terjadi tahun 927-929 M. Ketiga, runtuhnya kerajaan dan perpindahan letak kerajaan dikarenakan pertimbangan ekonomi.
Di Jawa Tengah daerahnya kurang subur, jarang terdapat sungai besar dan tidak terdapatnya pelabuhan strategis. Sementara di Jawa Timur, apalagi di pantai selatan Bali merupakan jalur yang strategis untuk perdagangan, dan dekat dengan daerah sumber penghasil komoditi perdagangan.
Mpu Sindok mempunyai jabatan sebagai Rake I Hino ketika Wawa menjadi raja di Mataram, lalu pindah ke Jawa timur dan mendirikan dinasti Isyana di sana dan menjadikan Walunggaluh sebagai pusat kerajaan . Mpu Sindok yang membentuk dinasti baru, yaitu Isanawangsa berhasil membentuk Kerajaan Mataram sebagai kelanjutan dari kerajaan sebelumnya yang berpusat di Jawa Tengah. Mpu Sindok memerintah sejak tahun 929 M sampai dengan 948 M.
Sumber sejarah yang berkenaan dengan Kerajaan Mataram di Jawa Timur antara lain prasasti Pucangan, prasasti Anjukladang dan Pradah, prasasti Limus, prasasti Sirahketing, prasasti Wurara, prasasti Semangaka, prasasti Silet, prasasti Turun Hyang, dan prasasti Gandhakuti yang berisi penyerahan kedudukan putra mahkota oleh Airlangga kepada sepupunya yaitu Samarawijaya putra Teguh Dharmawangsa.
a. Kehidupan politik Kerajaan Medang Mataram
Mpu Sindok kemudian digantikan oleh Sri Isana Tunggawijaya yang memerintah sebagai Ratu. Ia menikah dengan Raja Sri Lokapala dan dikaruniai seorang putra yang bernama Sri Makutawang Swardhana.
Berdasarkan Prasasti Pucangan yang berangka tahun 1019, silsilah raja di Mataram Jawa Timur adalah:
Pada akhir abad ke-10 M, Mataram diperintah oleh Sri Dharmawangsa Teguh Anantawikrama yang memerintah sampai tahun 1016 M. Ia merupakan salah seorang keturunan Mpu Sindok. Berdasarkan berita dari Cina, disebutkan bahwa Dharmawangsa pada tahun 990 M melakukan serangan ke Sriwijaya sebagai upaya mematahkan monopoli perdagangan Sriwijaya. Serangan tersebut gagal, malahan Sriwijaya berhasil menghasut Raja Wurawari (sekitar Banyumas) untuk menyerang istana Dharmawangsa pada tahun 1016.
Akhirnya Sri Dharmawangsa yang mempunyai ambisi untuk meluaskan kekuasaannya, pada tahun 1016 M mengalami kehancuran (Pralaya) di tangan seorang raja bawahannya sendiri yaitu Raja Wurawari. Peristiwa ini terjadi pada saat Sri Dharmawangsa sedang melangsungkan acara pernikahan putrinya dengan Airlangga. Seluruh keluarga raja tewas termasuk Dharmawangsa, Airlangga yang berhasil menyelamatkan diri dan bersembunyi di Wonogiri (hutan gunung). Di sana ia hidup sebagai seorang pertapa.
Pada tahun 1019, Airlangga yang merupakan menantu Dharmawangsa yang berasal dari Bali dinobatkan oleh para pendeta Buddha menjadi raja menggantikan Dhamawangsa. Ia segera mengadakan pemulihan hubungan baik dengan Sriwijaya, bahkan membantu Sriwijaya ketika diserang Raja Colamandala dari India Selatan.
Pada tahun 1037 M Airlangga berhasil mempersatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, meliputi seluruh Jawa Timur Kemudian pada tahun 1037, Airlangga memindahkan ibu kota kerajaannya dari Daha ke Kahuripan.
Pada tahun 1037 M Airlangga berhasil mempersatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, meliputi seluruh Jawa Timur Kemudian pada tahun 1037, Airlangga memindahkan ibu kota kerajaannya dari Daha ke Kahuripan.
Pada tahun 1042, Airlangga mengundurkan diri dari takhta kerajaan, lalu hidup sebagai petapa dengan nama Resi Gentayu (Djatinindra). Menjelang akhir pemerintahannya Airlangga menyerahkan kekuasaannya kepada putrinya Sangrama Wijaya Tunggadewi. Namun, putrinya itu menolak dan memilih untuk menjadi seorang petapa dengan nama Ratu Giriputri. Airlangga memerintahkan Mpu Bharada untuk membagi dua kerajaan. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya perang saudara di antara kedua putranya yang lahir dari selirnya.
Kerajaan itu adalah: Kerajaan Janggala di sebelah timur diberikan kepada putra sulungnya yang bernama Garasakan (Jayengrana), dengan ibu kota di Kahuripan (Jiwana) meliputi daerah sekitar Surabaya sampai Pasuruan, dan Kerajaan Panjalu (Kediri) di sebelah barat diberikan kepada putra bungsunya yang bernama Samarawijaya (Jayawarsa), dengan ibu kota di Kediri (Daha), meliputi daerah sekitar Kediri dan Madiun.
Raja-raja yang memerintah di Kediri antara lain: Jayawarsa, Jayabaya, Sarwewara, Gandara, Kameswara, dan Kertajaya. Pada masa Jayabaya Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaannya. Pada prasasti Ngantang dijelaskan bahwa Raja Jayabaya memberikan hadiah kepada rakyat desa Ngantang berupa tanah perdikan. Hadiah diberikan kepada rakyat tersebut karena telah membantu raja ketika terjadi peperangan dengan Jenggala.
Kerajaan Janggala hanya berusia sekitar satu abad karena ditaklukkan oleh Kerajaan Panjalu pada tahun 1135. Waktu itu raja Panjalu bernama Jayabaya (1130-1158). Selain dikenal sebagai raja yang mempersatukan kembali wilayah Airlangga, nama Jayabaya sering dikaitkan dengan ramalan-ramalan tentang nasib Pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Jayabaya, pujangga Mpu Sedah dan Mpu Panuluh menulis Kakawin Bharatayudha yang menceritakan kemenangan Pandawa melawan Kurawa, sebagai bandingan terhadap kemenangan Panjalu atas Janggala.
Raja Panjalu yang terakhir merupakan Kertajaya atau Dandang Gendis (1190-1222). Pada masa pemerintahannya, keadaan menjadi tidak stabil, terutama konflik antara raja dan kaum Brahmana. Konflik tersebut disebabkan oleh banyaknya kebijakan-kebijakan raja yang hendak mengurangi hak-hak kaum Brahmana. Konflik itu mencapai puncaknya dengan terjadinya peperangan antara Pasukan Kediri yang menyerang Tumapel yang terdiri dari rakyat Tumapel, kaum Brahmana yang dipimpin oleh Ken Angrok (dibaca: Ken Arok). Kerajaan ini pada tahun 1222 dikalahkan oleh Ken Angrok dari Singhasasri dalam pertempuran di Ganter. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Kerajaan Panjalu (Kediri).
b. Kehidupan ekonomi Kerajaan Medang Mataram
Mpu Sindok memerintah dengan bijaksana. Hal ini bisa dilihat dari usaha-usaha yang ia lakukan, seperti Mpu Sindok banyak membangun bendungan dan memberikan hadiah-hadiah tanah untuk pemeliharaan bangunan suci untuk meningkatkan kehidupan rakyatnya. Begitu pula pada masa pemerintahan Airlangga, ia berusaha memperbaiki Pelabuhan Hujung Galuh di muara Sungai Berantas dengan memberi tanggul-tanggul untuk mencegah banjir.
Sementara itu dibidang sastra, pada masa pemerintahannya telah tercipta satu hasil karya sastra yang terkenal, yaitu karya Mpu Kanwa yang berhasil menyusun kitab Arjuna Wiwaha. Pada masa Kerajaan Kediri banyak informasi dari sumber kronik Cina yang menyatakan tentang Kediri yang menyebutkan Kediri banyak menghasilkan beras, perdagangan yang ramai di Kediri dengan barang yang diperdagangkan seperti emas, perak, gading, kayu cendana, dan pinang. Dari keterangan tersebut, kita dapat menilai bahwa masyarakat pada umumnya hidup dari pertanian dan perdagangan.
c. Kehidupan sosial-budaya Kerajaan Medang Mataram
Dalam bidang toleransi dan sastra, Mpu Sindok mengi inkan penyusunan kitab Sanghyang Kamahayamikan (Kitab Suci Agama Buddha), padahal Mpu Sindok sendiri beragama Hindu. Pada masa pemerintahan Airlangga tercipta karya sastra Arjunawiwaha yang dikarang oleh Mpu Kanwa. Begitu pula seni wayang berkembang dengan baik, ceritanya diambil dari karya sastra Ramayana dan Mahabharata yang ditulis ulang dan dipadukan dengan budaya Jawa. Raja Airlangga merupakan raja yang peduli pada keadaan masyarakatnya.
Hal itu terbukti dengan dibuatnya tanggul-tanggul dan waduk di beberapa bagian di Sungai Berantas untuk mengatasi masalah banjir. Pada masa Airlangga banyak dihasilkan karya-karya sastra, hal tersebut salah satunya disebabkan oleh kebijakan raja yang melindungi para seniman, sastrawan dan para pujangga, sehingga mereka dengan bebas dapat mengembangkan kreativitas yang mereka miliki.
Pada kronik-kronik Cina tercatat beberapa hal penting tentang Kediri yaitu:
1) Rakyat Kediri pada umumnya telah memiliki tempat tinggal yang baik, layak huni dan tertata dengan rapi, serta rakyat telah mampu untuk berpakaian dengan baik.
2) Hukuman di Kediri terdapat dua macam yaitu denda dan hukuman mati bagi perampok.
3) Kalau sakit rakyat tidak mencari obat, tetapi cukup dengan memuja para dewa.
Demikianlah Materi Sejarah Kerajaan Medang Mataram (Mataram Kuno di Jawa Timur), semoga bermanfaat.
Sumber:unpedia.blogspot.com
Kukemo Education/caption]
Email Subscribe For Daily Informaion From Us.
Via
Sejarah Kelas 11
Posting Komentar